Upacara sebenarnya juga
bagian dari interaksi edukatif dan instrument/alat yang cukup efektif
untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai tertentu serta upaya
mengaktualkan potensi-potensi insan didik. Nilai-nilai tersebut
diantaranya :
1. Potensi Kepemimpinan
Setiap siswa secara
bergilir diberi kesempatan untuk tampil memimpin upacara. Sebagai
pemimpin upacara dituntut untuk melakukan aba-aba/tindakan-tindakan
tertentu, dalam satu tahun ajaran seorang siswa dapat memperoleh 2 –
3 kali memimpim teman-temannya.
2. Tertib Sosial Normatif
lmperatif
Ada aba-aba dan tata cara
yang baku yang memimpin maupun yang dipimpin. Ketika seseorang
berperan memimpin harus bisa memainkan peran sesuai posisinya. Begitu
juga yang berposisi yang dipimpin. Dari sini diharapkan tumbuh
kesadaran bahwa pada setiap kelompok sosial demi tertib sosial
terdapat aturan-aturan/norma-norma yang bersifat imperative/memaksa
sebagai konsekuensi seseorang memasuki suatu kelompok sosial.
3. Rasa Percaya Diri
Pengalaman membuktikan
sebagian siswa masih mengalami demam tampil/ndredeg ketika harus
tampil memimpin. Namun, umumnya hilang ketika giliran kedua atau
seterusnya.
4. Kebersamaan/Jiwa
Korsa/Esprit de Carps
Dalam posisi upacara,
untuk melanjutkan ke gerakan/aba-aba berikutnya ditempuh jika
aba-aba/perintah sebelumnya telah sepenuhnya dilaksanakan. Manakala
ada satu/sebagian siswa lalai/tidak mematuhi aba-aba, maka
“tersanderalah” seluruhnya. Melalui pembiasaan yang demikian,
diharapkan tumbuh kesadaran akan kebersamaan. Diri seseorang adalah
bagian dari kelompok-(nya).
5. Tanggungjawab
Ada sejumlah hal yang
harus dilaporkan seperti jumlah, kurang, hadir, dan keterangan
masing-masing yang berhalangan hadir. Pemimpin harus secara akurat
melaporkannya kepada guru. Yang demikian dimaksudkan untuk
menumbuh-kembangkan sikap koreksi dan tanggungjawab
6. Tenggang Rasa
Sekali lagi pengalaman
membuktikan meski seseorang sebelumnya sudah mempersiapkan diri namun
ketika tampil memimpin acapkali masih melakukan kekeliruan. Temyata
berperan sebagai pemimpin tak semudah yang menerima/melaksanakan
aba-aba. Pengalaman-pengalaman seperti ini akan menumbuh-kembangkan
kesadaran tenggang rasa.
7. Loyalitas Kritis
Berjiwa Merdeka
Ketika sang pemimpin
melakukan kesalahan (misal : dalam memberi aba-aba, laporan, gerakan
tertentu) maka anak buah (teman-teman sekelasnya) yang dalam posisi
dipimpin wajib memberikan koreksi dengan ucapan “ulangi”
pernyataan korektif tersebut dilakukan sebanyak kesalahan yang
dilakukan pemimpin dan baru tidak dilakukan lagi manakala sudah
benar.
Dari tradisi yang
demikian diharapkan tertanam kesadaran sikap loyal sekaligus kritis
bukan mentalitas “yes man” atau loyalitas tanpa reserves. Anak
buah dan/atau staf yang loyal adalah yang bisa mendukung sekaligus
mengingatkan/mengoreksi. Loyalitas yang benar adalah loyalitas kepada
person/pribadi orang yang kebetulan menjabat. Kepatuhan yang sehat
dan rasional adalah kepatuhan bersyarat yaitu selama
perintah/kebijakan pimpinan tidak keluar dan merusak misi organisasi
dan secara hakiki bisa dipertanggungjawabkan secara horisontal
(kepada sesama manusia) maupun vertikal (kepada Tuhan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.