Kalender
Hijriyah
Penentuan dimulainya
sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda dengan pada
Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal
dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender
Hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di
tempat tersebut.
Kalender Hijriyah
dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar
(qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan
siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x
29,53059 hari = 354,36708 hari).Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun
Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1
tahun Kalender Masehi.
Faktanya, siklus sinodik
bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam Kalender Hijriah
bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari. Usia bulan yang
mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon)
di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada
saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan
matahari (perihelion). Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29
hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak
terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya
dari matahari (aphelion). dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak
tetap melainkan berubah-ubah (29 – 30 hari) sesuai dengan kedudukan
ketiga benda langit tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari)
Penentuan awal bulan (new
moon) ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas) Bulan Sabit
pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak).
Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari,
sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat
terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut
dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana
saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya
tergantung pada penampakan hilal. (Wikipedia.com)
Mengenal Sejarah Penanggalan
Islam
Hampir seluruh umat Islam
di seluruh dunia mengenal sistem kalender masehi (M). Bahkan, ketika
diminta untuk menyebutkan nama-nama bulan masehi, mereka dengan mudah
mengucapkannya. Sebaliknya, ketika dimintai pendapatnya tentang
kalender Islam atau hijriyah, kebanyakan mereka akan menggelengkan
kepala, tanda tak tahu.
Sungguh, itu sangat
memprihatinkan sebab mereka tidak mengetahui kalendernya sendiri.
Bahkan, mereka tak tahu bulan apa yang pertama dari kalender
hijriyah. ”Ini disebabkan minimnya sosialisasi keberadaan kalender
hijriyah pada umat Islam,” jelas dosen Fakultas Syariah IAIN
Walisongo, Semarang, Muhammad Izzudin MAg, kepada Republika. Izzuddin
menjelaskan, sistem penanggalan Islam dimulai pada saat Rasulullah
SAW berhijrah dari Makkah ke Madinah. Perpindahan (hijrahnya)
Rasulullah ini, kata dia, menunjukkan adanya tujuan dalam menggapai
kedamaian bagi umat Islam. ”Meninggalkan keburukan menuju
kebaikan,” tegasnya.
Seperti diketahui,
peristiwa hijrah Rasulullah itu terjadi pada hari Kamis, bertepatan
dengan 15 Juli 622 M. Mulai tahun itulah dihitung sebagai tahun
hijriyah. Berbeda dengan tahun masehi yang dimulai pada 1 Januari,
sistem penanggalan Islam diawali pada 1 Muharram. Dan, dalam setahun,
sama-sama berisi 12 bulan. Kendati penerapan kalender hijriyah
merujuk pada tahun hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah,
penanggalan tersebut resmi digunakan setelah 17 tahun kemudian saat
sistem pemerintahan Islam dipimpin oleh Khalifah Umar bin Khattab.
Penetapan awal tahun
hijriyah yang dilakukan Khalifah Umar ini merupakan upaya dalam
merasionalisasikan berbagai sistem penanggalan yang digunakan pada
masa pemerintahannya. Kadang, sistem penanggalan yang satu tidak
sesuai dengan sistem penanggalan yang lain sehingga sering
menimbulkan persoalan dalam kehidupan umat. Bila menilik sejarahnya,
sebelum datangnya Islam, bangsa Arab telah menggunakan kalender
tersendiri. Mereka belum menetapkan tahun, namun sudah mengenal
nama-nama bulan dan hari. Kalaupun harus menggunakan tahun, itu hanya
berkaitan dengan peristiwa yang terjadi, seperti Tahun Gajah yang
dinisbatkan pada masa penyerbuan Abrahah ketika akan menghancurkan
Ka’bah. Karena kesulitan dalam menetapkan tahun tersebut dan
seiring dengan makin banyaknya persoalan yang ada terkait dengan
sistem kalender yang baku, Khalifah Umar pun berinisiatif menetapkan
awal hijrah sebagai permulaan tahun masehi setelah melakukan
musyawarah dengan sejumlah sahabat.
Dari sini, disepakati
bahwa tahun hijrahnya Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya dari
Makkah ke Madinah adalah tahun pertama dalam kalender Islam.
Sedangkan, nama-nama bulan tetap digunakan sebagaimana sebelumnya,
yakni diawali pada bulan Muharram dan diakhiri pada bulan Dzulhijjah.
Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad beserta para pengikutnya dari
Makkah ke Madinah yang dipilih sebagai titik awal perhitungan tahun
tentunya mempunyai makna yang amat dalam bagi umat Islam.
Peritiwa hijrah dari
Makkah ke Madinah, kata Izzudin, merupakan peristiwa besar dalam
sejarah awal perkembangan Islam. Peristiwa hijrah adalah pengorbanan
besar pertama yang dilakukan nabi dan umatnya untuk keyakinan Islam,
terutama dalam masa awal perkembangannya. Peristiwa hijrah ini juga
melatarbelakangi pendirian kota Muslim pertama. Tahun baru dalam
Islam mengingatkan umat Islam pada kemenangan atau kejayaan Islam
serta pengorbanan dan perjuangan tanpa akhir di dunia ini.
Rotasi bulan
Bila tahun masehi
terdapat sekitar 365-366 hari dalam setahun, tahun hijriyah hanya
berjumlah sekitar 354-355 hari. Menurut Izzudin, perbedaan ini
disebabkan adanya konsistensi penghitungan hari dalam kalender
hijriyah. ”Rata-rata, jumlah hari dalam tahun hijriyah antara 29-30
hari. Sedangkan, tahun masehi berjumlah 28-31 hari. Inilah yang
membedakan jumlah hari antara tahun masehi dan tahun hijriyah,”
jelas anggota Badan Hisab dan Rukyah PWNU Jawa Tengah ini. Pada
sistem kalender hijriyah, sebuah hari atau tanggal dimulai ketika
terbenamnya matahari di tempat tersebut.
Kalender hijriyah
dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan yang memiliki 12
bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan,
bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari =
354,36708 hari). Hal inilah yang menjelaskan hitungan satu tahun
kalender hijriyah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan
penghitungan satu tahun dalam kalender masehi. Faktanya, siklus
sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam kalender
hijriyah bergantung pada posisi bulan, bumi, dan matahari. Usia bulan
yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new
moon) di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi;
kemudian pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya
dengan matahari (perihelion). Sementara itu, satu bulan yang
berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di
perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dan bumi berada di titik
terjauhnya dari matahari (aphelion). Dari sini, terlihat bahwa usia
bulan tidak tetap, melainkan berubah-ubah (antara 29 hingga 30 hari)
sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut (bulan, bumi,
dan matahari).
Penentuan awal bulan
ditandai dengan munculnya penampakan bulan sabit pertama kali (hilal)
setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, bulan
terbenam sesaat setelah terbenamnya matahari sehingga posisi hilal
berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari
ke-29, jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari.
Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari
dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan
hilal. REPUBLIKA – Minggu, 03 Mei 2009
Konsistensi
Historis-Astronomis Kalender Hijriyah
Kalender hijriyah
ditetapkan pada masa kekhalifahan Umar bin Khathab, 17 tahun setelah
hijrahnya Rasulullah SAW. Keputusan itu muncul setelah dijumpai
kesulitan mengidentifikasikan dokumen yang tak bertahun. Hijrah
Rasulullah akhirnya sepakat dipilih dari sekian usulan alternatif
acuan tahun Islam, karena saat itulah titik awal membangun masyarakat
Islami.
Akurasi penghitungan
mundur untuk menetapkan awal tahun hijriyah dan peristiwa-peristiwa
penting lainnya sepenuhnya bergantung pada ingatan banyak orang.
Secara hitungan berskala besar, seperti tahun, kemungkinan
kesalahannya relatif kecil. Mungkin sekian banyak orang masih ingat
suatu peristiwa terjadi tahun ke berapa sesudah atau sebelum
Rasulullah hijrah dari Mekah ke Madinah. Tetapi hitungan rinci sampai
tanggal atau bulan, kemungkinan kesalahannya lebih besar.
Riwayat kronologis
kehidupan Rasulullah yang menyatakan tentang hari atau musim
merupakan alat uji terbaik dalam analisis konsistensi
historis-astronomisnya. Urutan hari tidak pernah berubah dan
berisifat universal. Pencocokan musim diketahui dengan melakukan
konversi sistem kalender hijriyah ke sistem kalender masehi. Program
komputer sederhana konversi kalender Hijriyah-Masehi yang saya buat
digunakan sebagai pendekatan awal yang praktis dalam merekonstruksi
kronologi kejadian penting dalam kehidupan Rasulullah.
Analisis konsistensi
kronologi sejarah dengan pendekatan astronomi menunjukkan bahwa
sistem kalender hijriyah juga baik untuk menelusur kejadian sebelum
hijrah. Walaupun bilangan nol belum dikenal saat itu, sistem kalender
hijriyah ternyata telah memperkenalkan konsep tahun nol. Saat Rasul
hijrah dianggap sebagai tahun nol, karena angka tahun menyatakan
sekian tahun setelah Rasul hijrah.
Konsep tahun nol seperti
itu tidak dikenal dalam sistem kalender Masehi sehingga menimbulkan
polemik tentang kapan awal abad 21 atau milenium ke tiga (tahun 2000
atau 2001). Dengan konsep tahun nol pada tahun Hijriyah, umat Islam
secara tepat dapat menyatakan tahun 1400 lalu sebagai awal abad 15
hijriyah, yang disebut sebagai abad kebangkitan Islam.
Rekonstruksi Kronologis
Dalam sebuah hadits sahih
tentang puasa hari Senin, Rasulullah SAW menyatakan bahwa hari itu
(Senin) dilahirkan, diutus menjadi Rasul, dan diturunkan Alquran
pertama kalinya (HR Muslim). Jabir dan Ibnu Abbas berpendapat
Rasulullah SAW dilahirkan malam Senin 12 Rabiulawal, pada hari dan
tanggal itu beliau diangkat sebagai Nabi dan Rasul, di mi’rajkan ke
langit, hijrah ke Madinah, dan wafat.
Beragam informasi
dijumpai di buku-buku tarikh tentang kejadian-kejadian itu. Haekal
menyatakan tentang kelahiran Nabi Muhammad SAW saja terdapat berbagai
pendapat. Ada yang menyatakan lahir pada tanggal 2, 8, 9, atau 12.
Bulannya pun beragam: Muharam, Shafar, Rabi’ulawal, Rajab, atau
Ramadhan. Tahunnya: tahun Gajah, 15 tahun sebelum tahun Gajah, 30
tahun setelah tahun Gajah, atau 70 tahun setelah tahun Gajah. Namun
kebanyakan pendapat menyatakan Rasulullah SAW dilahirkan pada hari
Senin 12 Rabi’ulawal tahun Gajah.
Tahun Gajah adalah saat
Abraha dan pasukan bergajahnya berniat menghancurkan Ka’bah, tetapi
digagalkan Allah. Hal itu terjadi 53 tahun sebelum hijrah (secara
matematis-astronomis dapat dinyatakan sebagai tahun ’53 H).
Sehingga saat kelahiran Nabi tersebut bertepatan dengan hari Senin 5
Mei 570 M.
Kapankah tepatnya
pengangkatan beliau menjadi Rasul? Tahun kejadiannya umumnya
bersepakat pada saat Nabi berumur 41 tahun, atau tahun Gajah ke-41
(tahun -13 H). Hanya tentang tanggal dan bulannya tidak ada
kesepakatan. Menurut Jabir dan Ibnu Abbas tersebut di atas, hal itu
terjadi pada hari Senin 12 Rabi’ulawal. Itu bertepatan dengan Senin
24 Februari 609 M.
Pendapat lainnya
menyatakan terjadi pada 17 Ramadhan berdasarkan isyarat pada QS 8:41
bahwa Alquran diturunkan pada hari Furqan, hari bertemunya dua
pasukan yang ditafsirkan sebagai saat perang Badar 17 Ramadhan.
Isyarat lainnya ada pada QS 2:185 bahwa Alquran diturunkan pada bulan
Ramadhan. Bila harinya mengacu pada hadits Muslim serta pendapat
Jabir dan Ibnu Abbas, maka 17 Ramadhan -13 H tersebut bertepatan
dengan hari Senin 25 Agustus 609 M.
Hasbi Ash Shiddieqy dalam
pengantar Tafsir Al Bayaan menyatakan ayat nubuwah (pengangkatan
sebagai Nabi) pertama kali turun pada bulan Rabi’ulawal dengan 5
ayat pertama surat Al Alaq. Kemudian ayat risalah (pengangkatan
sebagai Rasul) turun pada 17 Ramadhan dengan beberapa ayat awal surat
Al Muddatstsir. Riwayat menyatakan bahwa baik saat menerima ayat
nubuwah maupun ayat risalah, Rasulullah SAW meminta Sitti Khadijah
menyelimuti beliau. Pendapat mana pun yang diambil, kenyataan pada
saat musim panas bulan Agustus Rasulullah SAW minta diselimuti,
menunjukkan betapa hebatnya ketakutan manusiawi beliau hingga beliau
menggigil.
Peristiwa Isra’ Mi’raj
saat mulai diwajibkannya shalat lima waktu pun tidak ada kesepakatan
kapan terjadinya. Sebagian besar mengikuti pendapat Ibnu Katsir dari
riwayat yang tidak sahih isnadnya, bahwa Isra’ mi’raj terjadi
pada 27 Rajab ’1 H (satu tahun sebelum Hijrah). Itu berarti terjadi
pada hari Rabu 15 Oktober 620. Tetapi bila mengikuti pendapat Jabir
dan Ibnu Abbas bahwa Isra’ Mi’raj terjadi pada hari Senin 12
Rabi’ulawal, berarti terjadi pada 12 Rabiul’awal -3 H (tiga tahun
sebelum Hijrah) yang bertepatan dengan Senin 6 November 618.
Peristiwa Hijrah
Rasulullah SAW terjadi pada bulan Rabi’ulawal tahun 13 Bi’tsah
(13 tahun setelah pengangkatan sebagai Rasul). Berangkat pada 2
Rabi’ilawal dan tiba pada 12 Rabi’ulawal. Saat tiba di Madinah 12
Rabi’ulawal 0 H bertepatan dengan hari Senin, 5 Oktober 621. Ini
sesuai dengan pendapat Jabir dan Ibnu Abbas bahwa hainya Senin.
Beberapa penulis riwayat Rasulullah SAW merancukan saat hijrah
tersebut dengan tahun baru hijriyah pertama. Haekal dan Al Hamid Al
Husaini menyebutkan peristiwa Hijrah terjadi pada bulan Juli. Haekal
menyatakan Rasullullah tiba di Madinah hari Jumat. Sesungguhnya bulan
Juli adalah tahun baru 1 Muharram 1 H yang jatuh pada hari Jumat, 16
Juli 622.
Puasa Ramadhan mulai
diwajibkan pada hari Senin 2 Sya’ban 2 H atau 30 Januari 624 M. Itu
berarti puasa Ramadhan pertama terjadi pada bulan Februari-Maret,
dengan suhu yang relatif sejuk dan panjang hari termasuk normal
(panjang siang hari sekitar 12 jam). Menurut analisis astronomis,
selama Rasulullah hidup hanya 9 kali beliau berpuasa, 6 kali selama
29 hari dan hanya 3 kali selama 30 hari. Puasa pertama selama 29
hari.
Riwayat tentang perang
Badar tidak konsisten dari segi hari dan tanggalnya. Menurut beberapa
pendapat, perang Badar terjadi hari Jumat 17 Ramadhan 2 H.
Sesungguhnya 17 Ramadhan 2 H jatuh pada hari Selasa 13 Maret 624.
Tanggal 17 Ramadhan yang jatuh pada hari Jumat terjadi pada tahun 1 H
yang bertepatan dengan 25 Maret 623. Namun, dikonfirmasikan dengan
peristiwa-peristiwa sebelumnya, tidak mungkin hal itu terjadi pada
tahun pertama hijriyah. Jadi, riwayat yang menyatakan perang Badar
terjadi pada hari Jumat, tidak akurat menyebutkan harinya.
Perang Uhud yang
memberikan pelajaran berharga akan pentingnya ketaatan kepada
perintah Rasul terjadi pada 15 Syawal 3 H atau hari Ahad 31 Maret
625. Pada perang tersebut kemenangan berbalik menjadi kekalahan
ketika pasukan pemanah yang diperintah Rasulullah tidak taat untuk
tetap di tempat. Walaupun demikian kedua belah pihak sama-sama
menderita korban yang besar. Kemudian Abu Sufyan ketika hendak
meninggalkan medan perang menantang untuk berperang kembali di Badar.
Ternyata perang Badar
Shugra (Badar kecil) yang terjadi pada Sya’ban 4 H (Januari 626)
saat musim paceklik tidak jadi berlangsung karena Abu Sufyan merasa
ketakutan dan menarik pasukannya kembali ke Mekah (QS 3:172-174).
Mungkin pada peristiwa inilah, yang terjadi sebelum Ramadhan,
Rasulullah menyatakan bahwa mereka baru pulang dari perang yang kecil
menuju jihad yang besar, jihadunafs, jihad melawan hawa nafsu pada
puasa Ramadhan yang menjelang tiba.
Berbeda dengan perang
Badar kubra dan perang Uhud yang terjadi pada awal musim semi, perang
Khandaq terjadi pada musim dingin saat krisis pangan dan perang Tabuk
pada akhir musim panas yang sangat terik. Perang Khandaq (parit)
terjadi pada bulan Syawal 5 H (Februari 627). Saat itu kaum Muslimin
yang membentengi diri dengan parit di sekeliling Madinah dikepung
selama 3 pekan. Kaum musyrikin menghentikan pengepungannya setelah
diporak porandakan oleh badai yang sangat dingin.
Perang Tabuk terjadi pada
bulan Rajab 9 H (Oktober 630). Hadits dan Alquran (QS 9:81)
menceritakan perjuangan yang berat di tengah cuaca yang sangat terik
menghadapi ancaman tentara Rumawi. Sebagian penulis sejarah meragukan
peristiwa tersebut terjadi pada bulan Oktober yang dianggapnya sudah
memasuki musim dingin, yang berbeda dari ungkapan dalam hadits atau
Alquran. Tapi sesungguhnya pada bulan itu suhu mendekati 30 derajat
pada siang hari bukan hal yang mustahil dalam perjalanan dari Madinah
ke Tabuk (dekat Jordan).
Hari-hari terakhir
kehidupan Rasulullah ditandai dengan turunnya QS 5:3 yang menyatakan
bahwa Allah telah menyempurkan agama Islam dan meridlainya. Ayat itu
turun saat wukuf di Arafar 9 Dzulhijjah 10 H yang bertepatan dengan
Jumat 6 Maret 632. Mungkin ini berkaitan dengan sebutan haji akbar
bila wukufnya jatuh pada hari Jumat.
Tiga bulan setelah
turunnya ayat tersebut Rasulullah wafat pada 12 Rabi’ulawal 11 H.
Analisis astronomis menyatakan 12 Rabi’ulawal mestinya jatuh pada
hari Sabtu 6 Juni 632. Namun banyak yang berpendapat Rasulullah wafat
pada hari Senin, itu berarti tanggal 8 Juni 632. Perbedaan dua hari
tidak dapat dijelaskan akibat terjadinya istikmal (penggenapan
menjadi 30 hari) bulan Shafar. Mungkin yang terjadi adalah
‘kelalaian’ masal dalam penentuan awal bulan akibat kesedihan
ummat yang mendalam menghadapi Rasul yang dicintainya menderita sakit
sejak bulan Shafar.
Terlepas dari ‘kelalaian’
tersebut ada hal yang menarik tentang hari Senin 12 Rabi’ulawal
tersebut. Apakah suatu kebetulan atau mu’jizat Rasulullah SAW,
ternyata beberapa peristiwa penting jatuh pada hari Senin 12
Rabi’ulawal. Konsistensi hari dan tanggal membuktikan bahwa
Rasulullah lahir, hijrah, dan wafat terjadi pada hari dan tanggal
tersebut. Walaupun tidak banyak yang bersepakat, pengangkatan sebagai
Nabi saat menerima wahyu pertama kali dan peristiwa Isra’ Mi’raj
mungkin pula terjadi pada hari dan tanggal tersebut.
T. Djamaluddin adalah
peneliti bidang matahari & lingkungan antariksa, Lapan, Bandung.
Sumber:
http://media.isnet.org
by osis smpn 1 mancak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.